Latar Belakang
Melihat
kehidupan manusia secara keseluruhan, maka usaha manusia dalam pemenuhan kebutuhan
hidupnya merupakan faktor utama dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kehidupan
manusia setelah pangan adalah sandang, papan, ruang hidup atau pemukiman serta
pendidikan dan kesehatan. Untuk mendapatkan hal terakhir ini tidak dapat
dipungkiri bahwa manusia membutuhkan udara dan air bersih sebagai suatu
kebutuhan kesehatan yang mendasar (Herindiyati, 2011).
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah
mendeklarasikan akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi
manusia. Deklarasi ini dipastikan dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada
akhir bulan Juli 2010, dimana melalui proses voting 122 negara mendukung dan 41
negara menyatakan abstain. Indonesia menjadi salah satu negara yang mendukung
deklarasi ini. Resolusi ini semakin mempertegas dan memperluas pengakuan
tentang betapa pentingnya akses terhadap air bersih dan sanitasi. Sebelumnya
pada tahun 2000, para pemimpin dunia juga bersepakat untuk memasukkan akses
terhadap air bersih dan sanitasi sebagai salah target dalam Millenium
Development Goals (MDGs) yang harus dicapai pada tahun 2015 (Santono, 2010).
Menurut Widianarko (2009) dalam Santono (2010),
banyaknya permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air akibat kurang
memperhatikan relasi kompleks antara air, ekosistem dan manusia. Hal ini dapat
terjadi karena paradigma dominan dalam pengelolaan sumber daya air adalah
pendekatan manajemen dan ekonomi. Dominasi epistemologi yang ekonomistik
cenderung menafikan kenyataan bahwa air adalah entitas sarat makna – bukan
sekedar komoditi. Lebih lanjut Widianarko berdasarkan Clough-Riquelme (2003)
menyatakan bahwa, perdebatan di seputar sumber daya air yang tampaknya masih
akan berlangsung terus setidaknya menegaskan tiga hal, yaitu: (1) keterbatasan
kapitalisme dalam menangani sumber daya air, (2) peran esensial negara dalam
distribusi sumber daya air, dan (3) perlunya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya air.
Masyarakat
merupakan kelompok manusia yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan
semua aspek alam di sekitar mereka tinggal. Karena hampir seluruh bagian dari
bumi sudah terkena campur tangan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
dapat berdampak positif maupun negatif.
Bumi
akan cepat rusak jika manusia hanya memanfaatkan sumberdayanya tanpa
memperhatikan dampak positif dari eksploitasinya.
untuk menjaga keseimbangan bumi diperlukan kesadaran manusia sebagai khalifah
di bumi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan manusia adalah menghijaukan
lingkungan.
Penghijauan
merupakan kegiatan yang sudah sering diadakan oleh beberapa instansi. Tetapi
peran serta masyarakat sendiri kurang terlihat. Hal tersebut dapat kita lihat
dengan jumlah persentase jumlah pohon yang berhasil tumbuh baik dengan jumlah
benih yang ditanam.
Masalah tersebut muncul karena
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap peran pohon (produsen/tumbuhan)
terhadap kesehatan. Banyak masalah yang sekarang muncul dan banyak peneliti
yang melakukan research tentang
lingkungan.
Keberlanjutan Air Bersih
Keberlanjutan
adalah jenjang waktu secara terus menerus sampai yang di masa mendatang (yang
tidak terbatas). Untuk menempuh masa depan manusia perlu mempersiapkan
kesehatan, manusia harus memperhatikan beberapa macam aspek kesehatan fisik dan
mental, salah satunya adalah kesehatan lingkungan. Dengan lingkungan yang sehat
kemungkinan akan menghasilkan sumber daya alam yang sehat, salah satunya adalah
air.
Lemahnya pengelolaan lingkungan di Indonesia,
memberikan dampak negatif terhadap sektor air bersih dan sanitasi. Terbatasnya
ketersediaan air baku menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan
layanan air bersih di Indonesia. Berdasarkan laporan MDGs 2010 yang diterbitkan
oleh Bappenas, jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih yang
layak sebanyak 47,71% dan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi sebanyak
51,19%. Target yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87%
untuk air bersih dan 62,41% untuk sanitasi. Tabel 3 di bawah ini memberikan
gambaran pencapaian Inddonesia khususnya di sektor air bersih (Santono, 2010).
Menurut
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002), air adalah cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan
tidak berbau yang terdapat dan diperlukan di kehidupan manusia, hewan, dan
tumbuhan yang secara kimiawi mengandung hidrogen dan oksigen.
Menurut
Mulyono (2006) air:
1. Zat
cair dengan rumus kimia: H2O; terionisasi lemah menjadi ion hydrogen
(H+) dan ion hidroksida (OH-); memiliki massa-jenis
maksimum pada 4˚C; memiliki panas-jenis cukup tinggi; memiliki titik beku 0˚C
dan titik didih 100˚C pada tekanan 1 atmosfer; berdaya hantar buruk; dan
bersifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau; serta berfungsi
sebagai pelarut universal.
2. Zat
cair yang ada di permukaan bumi sebagai bagian terbesar dari lapisan hidrosfer
bumi.
3. Zat
cair yang berasal dari awan sebagai hujan; dari embun; danau; sungai; laut; dan
dari dalam tanah.
4. Zat
cair yang menjadi komponen utama cairan di dalam tubuh semua makhluk hidup.
Air
bersih adalah cairan yang yang tidak memiliki rasa, warna dan bau. Air ini
masih layak untuk digunakan sebagai air minum, tidak terkontaminasi oleh
logam-logam berat dan organisme berbahaya.
Menghijaukan Lingkungan Untuk
Menanggapi Global Warming
Pemanasan
global (global warming) pada dasarnya
merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena
terjadinya efek rumah kaca (greenhouse
effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti
karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O)
dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai
literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang
terjadi pada kisaran 1,5–40˚ Celcius pada akhir abad 21. Pemanasan global
mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti
pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir,
peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna
tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi
aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi
kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan
sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap
permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e)
peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus
diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni :
kenaikan muka air laut (sea level rise)
dan banjir (Anonim, 2007).
Begitu
pentingnya peranan tumbuhan hijau bagi kelangsunggan hidup dan juga bumi ini.
Karena tumbuhan selain sebagai produsen pertama pada rantai makan, juga
memiliki peranan penting sebagai penghasil oksigen terbesar bagi kelangsungan
hidup mahkluk hidup. Serta menangani krisis lingkungan. Pada kenyataan yang
terjadi, pembangunan perumahan, perkantoran dan sebagainya dibangun di lahan
pertanian maupun ruang terbuka hijau. Padahal tumbuhan dala ekosistem berperan
sebagai produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi enegri potensil
bagi mahkluk hidup lainnya. Sehingga dengan meningkatkan penghijauan maka kita
mengurangi dampak pencemaran udara dalam hal ini polusi, mengurangi CO2
atau polutan lainnya, mengurangi dampak dari efek rumah kaca, atau gangguan
iklim (Lintas Berita, 2011).
Partisipasi Masyarakat Menyehatkan
Lingkungan
Masyarakat
sangat berperan, jika masyarakat membuang sampah sembarangan tentunya akan
mempengaruhi kualitas air (pencemaran).Untuk mensukseskan keberlanjutan
tersedianya air bersih dan lingkungan yang sehat, masyarakat dapat
berpartisipasi melalui:
1. Membuang
sampah pada tempatnya.
2. Menghijaukan
lingkungan.
3. Meminimalisasi
gas-gas buangan yang bersifat merusak, misalnya CO, CO2.
4. Mengolah
limbah sebelum di buang.
Ada beberapa upaya dalam menghijaukan lingkungan,
misalnya adalah reboisasi dan penghijauan. Program menghijaukan lingkungan
tidak akan terlepas oleh peran serta masyarakat untuk menanam dan menjaga
tumbuhan yang ditanam dan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di
sembarang tempat. Karena beberapa macam sampah dapat menghambat bahkan
mematikan tumbuhan.
Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan
pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang atau semak
belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. Penghijauan adalah upaya pemulihan
lahan kritis diluar kawasan hutan secara vegetatif dan sipil teknis untuk mengembalikan
fungsi lahan. Sumber daya hutan sebagai salah satu penyangga sistem kehidupan
perlu dikelola secara lestari untuk generasi sekarang dan generasi yang akan
datang (Peraturan Republik Indonesia, 2002).
Pada
umunya untuk mengolah limbah penduduk digunaakan septic tank, namun apabila
kondisi septic tank yang ada penuh dikuras oleh perusahaan penguras tinjadan
selanjutnya dibuang ke sungai. Pengolahan air limbah penduduk secara terpusat
mulai dirintis, diantaranya pengolahan limbah terpadu yang diupayakan oleh
Swadaya Masyarakat (Agus Gunarto) yang melayani lebih kurang 100 KK (Kepala
keluarga) di Desa Tlogomas, Kecamatan lowokwaru Kota Malang dan instansi
pengolahan limbah penduduk yang dibangun oleh LIPI. Hasil pengolahan IPAL
tersebut cukup baik hasilnya dan dialirkaan menuju Kali Brantas (Pangesti,
2002).
Penghijauan
dapat terselenggara dalam waktu singkat, namun penjagaan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman yang ditanam tak dapat terlepas dari peran masyarakat
sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar