Menu

Rabu, 30 November 2011

Kutemukan Jawaban Maya


Sinopsis
Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di daerahku. Kurasakan perasaan senang, bingung dan sedih sekitar setahun yang lalu waktu aku lihat pengumuman seleksi masuk di Perguruan Tinggi Negeri favoritku. Indah dan susah menjadi mahasiswa baru sudah kujalani.
Selama aku menjadi mahasiswa baru banyak kutemukan hal yang baru. Bahkan ada pertanyaan yang muncul dari fikiranku sendiri yang aku kesulitan mencari jawabannya “Siapa yang sebenarnya layak disebut mahasiswa? Dan bagaimana kuharus jalani hari-hariku sebagai mahasiswa?” Mungkin secara formal yang disebut mahasiswa adalah orang yang secara aktiv menuntut ilmu di Perguruan Tinggi. Namun ada banyak kewajiban mahasiswa selain itu yang tidak hanya untuk belajar di dalam ruang kelas.
Kewajiban mahasiswa adalah sebagai agent of control, agent of change dan agent of iron stock bagi masyarakat. Namun keadaan memaksaku untuk tidak bisa menjalankan itu dengan maksimal. Hari-hari kujalani serasa tiada arti. Aku hanya memikirkan jawaban akan semua pertanyaanku yang tak kunjung mendapat jawaban dari siapapun.
Aku hanya bisa berfikir dan menjalani semua ini. Kubisa mencari jawaban, tetapi aku tidak bisa melakukan sesuai dengan yang kuinginkan. Aku terpenjara oleh keputusanku sendiri. Mungkin itu konyol, namun itu yang harus kulakukan.
Kutemukan Jawaban Maya
Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di daerahku. Perasaan senang, bingung dan sedih merupakan perasaan yang kurasakan sekitar setahun yang lalu waktu aku lihat pengumuman seleksi masuk di Perguruan Tinggi Negeri favoritku. Senang karena aku bisa diterima dengan jalur masuk paling awal tanpa ujian hanya menggunakan nilai raport sebagai pertimbangan seleksi ini. Jalur masuk ini biasa disebut dengan Penjaringan Siswa Berprestasi Akademik. Kebingungan muncul karena aku anak orang kurang mampu, aku belum punya biaya untuk melakukan daftar ulang. Sedangkan kesedihanku mulai ketika kutahu bahwa orang tuaku belum punya uang untuk biaya daftar ulangku dan harus meminjam kepada saudara selain itu salah seorang saudaraku berkata “Gak mungkin Yoyok diterima, bocahe kayak ngono. Sing diterima duite tok iku” hinaan dari saudara yang akan selalu kuingat.
            Tujuan awalku kesini adalah menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Negeri favoritku. Aku harus cepat lulus karena aku tidak mau membebani kedua orang tuaku terlalu lama. Masa-masa indah menjadi seorang mahasiswa baru telah kujalani. Beratnya Pengenalan Kehidupan Kampus sudah kutempuh dengan perasaan senang dan bahagia demi menunut ilmu di Perguruan Tinggi favoritku. Disini aku mendapat banyak teman baru dari berbagai belahan wilayah Indonesia. Mereka dari berbagai macam suku asal mereka tinggal, namun yang kurasakan kini hanya satu yaittu kami adalah mahasiswa di Perguruan Tinggi tercintaku ini. Tak pernah kuterlintas membedakan dari mana mereka datang? Dan berasal dari suku apa teman-teman baruku?
Hari ini tidak ada jadwal kuliah. Aku bangun ketika ayam mulai berkokok dan adzan Subuh membangunkanku. Rasa dingin air di kamar mandi terasa meresap ke dalam tulang-tulangku. Pagi itu suara dering ponsel (handphone) mengalihkan perhatianku. Langsung aku ambil dan kulihat tertulis “Pesan baru dari: Ratna’10” yang menunjukkan bahwa ada satu pesan baru dari Ratna. Dia seangkatan denganku yaitu angkatan tahun 2010. Bergegas kubaca karena Ratna adalah cewek yang paling kuidolakan semenjak aku menjadi seorang mahasiswa. Ternyata pesan yang dia kirim berbunyi “Teman-teman, kelompok 52 Biologi mari mengerjakan laporan bersama nanti jam 07.00 di bawah pohon beringin di fakultas kita tercinta.” Tanpa kubalas pesan singkat itu, aku segera bersiap-siap.
 Tepat pukul 06.45 WIB aku beranjak meninggalkan kos dengan tujuan untuk mengerjakan laporan praktikum di kampus bersama dengan teman-teman sekelompok praktikum biologi yang tak lain adalah Ratna salah satu anggota kelompokku.
***
            Aku duduk di bawah pohon beringin tanpa seorangpun ada disini. Sorotan mataku jauh memandang ke arah pintu masuk berharap Ratna cepat nampak di pupil mataku.
Plakkkk…Tepukan tangan mendarat di bahuku.
“Sudah lama loe Yok?” Sapa Ratna dari belakangku.
“Belum kok, kamu darimana Na? kok muncul dari arah Mushola.” Tanyaku serasa ingin tahu.
“Dari kamar mandi. Anton sama Andy kok belum nongol ya?” Sambung Ratna.
“Kurang tahu, mungkin masih siap-siap atau di jalan kita juga nggak mengetahuinya.” Jawabku.
“Ia juga sih. Ayo kita mulai ngerjain laporan! Biarkan mereka nyusul nanti.” Ajak Ratna.
            Sekitar 30 menit mengerjakan laporan praktikum Rendy datang menghampiriku dan menepuk bahu kiriku.
“Nggarap apa Yok?” Tanya Rendy kepadaku.
“Nggarap laporan praktikum Ren. O ya Ren kenalno iki Ratna konco seprogramstudiku asale soko Jakarta. Na ini Rendy sahabat karibku sejak SMA.” Jawabku.
“O jadi kalian ini teman dari SMA, tapi kok gua nggak pernah ngelihat kalian jalan bareng ya?” Selidik Ratna.
“Ah, biasa Na, punya kesibukan masing-masing, Rendy sibuk sama kuliah dan organisasinya.” Sambungku.
“Yok..Yok, nyapo kowe nggarap laporan kayak ngene? Apa lak IPmu dhuwur kowe mesti langsung oleh kerja bubar lulus? Awak dhewe iki mahasiswa. Apa kowe nggak ngerti apa kewajibane mahasiswa?” Tanya Rendy kepadaku.
“Aku ngerti, mahasiswa dhuwe kewajiban dadi agent of control, agent of change karo agent of iron stock to? Aku kuliah duduk gawe golek kerjaan Ren. Aku pengen golek ilmu. He..he..he..” Jawabku sambil tersenyum.
“Ah loe Yok, Ren, kalau gua biar dapat gelar terus buat nyari kerja. Ortu gua yang urusin kerja gua entar yang penting cepat lulus” Sahut Ratna.
“Apa ilmu sing pokgoleki gawe buku sing sekiki pokkerjakne tulis tangan iki Yok? Bayar SPP larang, rugi kowe lek mek oleh ilmu soko dosen neng kelas. Kowe iso oleh ilmu sing luwih akeh lan berguna neng njobo kelas Yok.” Saran Rendy kepadaku.
“Iyo Ren, aku ngerti, tapi..” gumamku
“Kalian ini bertengkar aja, udah ayo Yok lanjutin ngerjain laporan kita! Nggak penting kamu ladenin orang kayak dia.”Potong Ratna.
“Terserah kalian. Aku sebagai teman kalian cuma bisa kasih saran. Terserah kalian nerima atau nggak.” Tambah Rendy sambil meninggalkan kami.
“Udahlah Na, Rendy benar kok. Ayo kita lanjutin ngerjain laporan praktikum kita!” Jawabku.
Anton teman sekelompok kami datang bersama dengan Andy dan Rio kemudian kami melanjutkan pengerjaan laporan praktikum kami sambil bercakap-cakap.
“Teman-teman kalian ingin lulus berapa semester nanti?” Tanya Ratna kepada kami bertiga.
“Aku ingin predikat kelulusanku nanti cumlaude, jadi aku harus lulus dengan IPK 3,75 – 4,0, tanpa nilai C, nilai Skripsi A, nilai ujian Skripsi A dan lama studi maksimum 5 semester” Jawab Rio sambil tersenyum.
“Emang harus cumlaude ya?” Sahut Ratna.
“Ia, karena aku ingin melanjutkan S2 di Jepang. Eh gantian dong! Masak aku terus yang diinterogasi” Tambah Rio.
“Kalau aku sih ingin sekitar 10 semester, karena aku selain ingin mencari gelar aku juga ingin mengabdikan diri kepada bangsa ini meskipun hanya sebentar. Tapi aku juga ingin tetap lulus dengan IPK minimal 3,0.” Tutur Anton.
“Kalau gua nggak ribet, yang penting gua lulus aja entar gua mau menikmati jadi seorang mahasiswa, bokap gua kan terus biayain kuliah gua kok.” Jawab Andy.
“Gua ingin 8 semester aja deh. Perlahan tapi pasti..hehehe.” Sahut Ratna.
“Yok, kamu kenapa? Kesambet?” Tegur Rio.
“Eng..gak..enggak.” Jawabku sambil terpatah-patah.
“Kenapa kamu diem Yok? Kamu ingin lulus berapa semester?” Tanya Ratna kepadaku.
“Aku nggak tahu. Aku ingin secepatnya. Aku tak ingin terlalu membebani orang tuaku.” Jawabku.
“Ayolah cepat kita kerjakan supaya kita cepat selesai dan bisa istirahat di kos!” Ajak Ratna.
            Sekitar jam 12.00 WIB setelah adzan Dluhur berkumandang, kami memutuskan untuk beristirahat dan makan. Sehingga kami langsung beranjak meninggalkan pohon beringin dan menuju kos kami masing-masing.
***
            Sore itu aku berjalan menyusuri jalan di dekat kos ke arah pusat perbelanjaan tempatku kerja. Aku duduk di depan pusat perbelanjaan, datang seorang laki-laki berdasi dan bersepatu menghampiriku. Kemudian bertanya kepadaku “Dik, kamu yang kemarin menyajikan makanan kepada saya di Puspa Resto yang ada di dalam mall ini kan?”
“Ia Pak.” Jawabku lirih.
“Tapi kayaknya aku pernah ngelihat kamu di tempat lain Dik?” Selidik Bapak Ibnu.
“Ia Pak, saya mahasiswa Bapak. Mungkin Bapak Ibnu melihat saya di dalam kelas ketika Bapak mengajar kami hari kamis lalu.” Jawabku.
“O, kamu sambil kerja disini Dik?” Tanya Bapak Ibnu lagi.
“Ia pak, untuk membayar SPP dan biaya hidup saya sehari-hari saya harus sambil bekerja. Karena saya anak orang yang kurang mampu Pak.” Jelasku.
“Wah, mandiri sekali kamu Dik. Apa kamu juga masih sempat buat ikut organisasi Dik? Organisasi apa yang Adik ikuti?” Lanjut Bapak Ibnu.
“Tidak Pak, saya merasa belum bisa membagi waktu untuk itu.” Jawabku sambil menunduk.
Suara istri Bapak Ibnu terdengar “Pak, ayo pulang!”
“Ya sudah, saya pulang dulu ya Dik. Sampai ketemu di kelas pada pertemuan berikutnya.” Tambah Bapak Ibnu.
“Ia pak.” Jawabku.
            Beliau bergegas meninggalkanku dan pulang bersama istri beliau. Kemudia aku masuk untuk melakukan aktivitas sehari-hariku yaitu menjadi pelayan di Puspa resto setelah beliau hilang dari pupil mataku.
            Sepulang kerja aku tidak lanjung beranjak pulang ke kos. Namun aku sengaja duduk di tempat aku duduk tadi sore dengan mengingat-ingat seluruh kejadian yang kualami hari ini. Aku hanya bisa bertanya pada angin malam yang datang menghampiriku  “Siapa yang layak disebut seorang mahasiswa? Apa aku layak disebut seorang mahasiswa? Bagaimana aku harus jalani hari-hariku sebagai seorang mahasiswa?  Apakah seorang mahasiswa selalu terlibat dengan organisasi?”
            Entah kapan pertanyaan-pertanyaan itu bakal terjawab. Aku hanya memendam semua pertanyaanku. Aku anak orang miskin di kampung yang sedang menuntut ilmu di kota. Entah apa yang harus kulakukan. Ratna hanya konsentrasi kuliah supaya cepat lulus dan orang tuanya sudah mencarikannya pekerjaan. Rio ingin lulus dengan predikat cumlaude karena ingin melanjutkan S2 di Jepang. Rendy kuliah dan aktiv berorganisasi, dia tidak memperhitungkan sampai kapan dia akan lulus yang terpenting buat dia adalah mengabdi kepada bangsa. Anton ingin lulus 5 tahun sebagai pertimbangan adalah keseimbangan organisasi dan akademik berjalan seimbang. Sedangkan Andy adalah temanku yang tidak mempunyai tujuan kuliah yang jelas. Dia hanya ingin menikmati masa-masa menjadi seorang mahasiswa. Dia tidak pernah peduli kapan dia akan lulus, akademik dan organisasi. Yang ada di fikirannya hanya dia menikmati menjadi seorang mahasiswa, masalah biaya pendidikan dan biaya hidup adalah tanggungan kedua orang tuanya. Sekitar jam 23.30 kuberanjak pulang ke kos. Ternyata pintu gerbang sudah dikunci, kucoba menghubungi teman kos untuk membukakan pintu dari dalam. Kukirim pesan singkat yang berbunyi “Tolong bukain pintu dong!” kepada Akbar teman satu kosku. Tidak lebih dari 5 menit pintu terbuka.
“Tumben baru pulang?” Tanya Akbar kepadaku.
“Ia, tadi nggak langsung pulang. Terima kasih ya Bar.” Ujarku.
“Ia, sama-sama. Ayo masuk! Sudah larut malam. Sudah waktunya istirahat.” Lanjut Akbar.
“Ia, ayo!” Jawabku.
Kami beranjak masuk kamar masing-masing. Langsung kutaruh tas yang membebani punggungku. Yang beratnya sekitar 3 kg yang berisi buku-buku yang kupinjam dari Perpustakaan Universitas kemarin siang. Langsung kubaringkan tubuh guna melepas lelah. Tanpa kusadari mata terpejam dan mulai kulihat sinar matahari di pagi itu. Segera kubergegas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus.
***
            Kududuk di kelas sambil memikirkan diriku sendiri “Apa aku layak menjadi mahasiswa? Apa yang bisa kuberikan kepada bangsa? Aku hanya bisa kuliah sambil bekerja tanpa mengikuti kegiatan lain di kampus.” Satu mata kuliah kujalani tanpa konsentrasi, entah apa yang diajarkan dosen hari ini, sama sekali tidak kuperhatikan.
            Masuk waktu mata kuliah kedua, dosen yang seharusnya mengajar tidak datang. Bapak Ibnu yang datang menggantikan beliau, Beliau hanya memberikan tugas untuk dikumpulkan pertemuan selanjutnya. Di akhir kuliah Bapak Ibnu menambahkan “Selamat berjuang kalian generasi-generasi penerus bangsa. Kalian bebas memilih untuk menjadi aktivis atau apatis”
Hari ini aku libur kerja, selesai kuliah segera kubergegas pulang ke kos. Setelah aku berfikir panjang tentang pertanyaan-pertanyaanku selama ini tak pernah kuperoleh jawaban. Kini aku hanya menemukan jawaban maya dari semua pertanyaanku. Aku menganggap jawaban maya karena jawaban atas semua pertanyaanku selama ini hanya teori, melainkan aku belum bisa melaksanakannya. Karena aku harus memikirkan biaya kuliah dan biaya hidupku di samping kesibukanku kuliah. Aku harus selalu ingat dengan keadaan kedua orang tuaku di dalam memilih semua keputusanku disini.
Setelah merenungi pesan dari bapak Ibnu aku mulai berfikir apa yang dimaksud dengan aktivis dan apatis. Lansung kuberanjak menuju warnet yang berada di depan kos. Langsung saya browsing mencari artikel dengan kata kunci yaitu kata aktivis dan apatis. Hingga di salah satu alamat website kutemukan kalimat yang berbunyi “Untuk menjadi sampai pada golongan ini tidaklah mudah. Ada beberapa tingkatan yang harus dilaluinya. Mulai dari aktif di organisasi (menjadi organisatoris) sampai ia mampu membaca situasi sosial yang ada, tidak hanya di kampus tetapi juga masyarakat luas. Apakah itu dengan mengikuti training-training yang diadakan oleh LSM atau beberapa ormas lainnya, atau dengan membaca buku sebanyak-banyaknya. Yang penting, mereka sudah mempunyai konsep akan perubahan yang akan mereka lakukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan apatis adalah sifat acuh tak acuh. Sehingga aku menyimpulkan bahwa mahasiswa adalah individu yang masih aktiv menuntut ilmu pendidikan secara formal di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.
Aku menganggap ini hanya jawaban maya karena aku mendapatkan jawaban dari internet yang sering disebut menggunakan sebutan dunia maya. Aku ingin belajar berorganisasi. Tetapi mungkin aku hanya bisa bermimpi semua ini terjadi. Aku tidak terjun di organisasi karena aku memiliki alasan. Alasanku adalah karena aku merasa belum bisa membagi waktu untuk kuliah, kerja dan berorganisasi. “Menurutku sekarang semua keputusan ada di tanganku. Yang harus menjadi landasan semua kegiatanku sekarang adalah niat.” Sekarang aku hanya memilih untuk kuliah dan bekerja sampingan ini supaya aku cepat lulus dan tidak membebani orang tuaku terlalu lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar