Sinopsis
Aku
adalah seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama
di daerahku. Kurasakan perasaan senang, bingung dan sedih sekitar
setahun yang lalu waktu aku lihat pengumuman seleksi masuk di Perguruan
Tinggi Negeri favoritku. Indah dan susah menjadi mahasiswa baru sudah
kujalani.
Selama
aku menjadi mahasiswa baru banyak kutemukan hal yang baru. Bahkan ada
pertanyaan yang muncul dari fikiranku sendiri yang aku kesulitan
mencari jawabannya “Siapa yang sebenarnya layak disebut mahasiswa? Dan
bagaimana kuharus jalani hari-hariku sebagai mahasiswa?” Mungkin secara
formal yang disebut mahasiswa adalah orang yang secara aktiv menuntut
ilmu di Perguruan Tinggi. Namun ada banyak kewajiban mahasiswa selain
itu yang tidak hanya untuk belajar di dalam ruang kelas.
Kewajiban mahasiswa adalah sebagai agent of control, agent of change dan agent of iron stock
bagi masyarakat. Namun keadaan memaksaku untuk tidak bisa menjalankan
itu dengan maksimal. Hari-hari kujalani serasa tiada arti. Aku hanya
memikirkan jawaban akan semua pertanyaanku yang tak kunjung mendapat
jawaban dari siapapun.
Aku
hanya bisa berfikir dan menjalani semua ini. Kubisa mencari jawaban,
tetapi aku tidak bisa melakukan sesuai dengan yang kuinginkan. Aku
terpenjara oleh keputusanku sendiri. Mungkin itu konyol, namun itu yang harus kulakukan.
Kutemukan Jawaban Maya
Aku adalah seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di daerahku. Perasaan
senang, bingung dan sedih merupakan perasaan yang kurasakan sekitar
setahun yang lalu waktu aku lihat pengumuman seleksi masuk di Perguruan
Tinggi Negeri favoritku. Senang karena aku bisa diterima dengan jalur
masuk paling awal tanpa ujian hanya menggunakan nilai raport sebagai
pertimbangan seleksi ini. Jalur masuk ini biasa disebut dengan
Penjaringan Siswa Berprestasi Akademik. Kebingungan muncul karena aku
anak orang kurang mampu, aku belum punya biaya untuk melakukan daftar
ulang. Sedangkan kesedihanku mulai ketika kutahu bahwa orang tuaku
belum punya uang untuk biaya daftar ulangku dan harus meminjam kepada
saudara selain itu salah seorang saudaraku berkata “Gak mungkin Yoyok
diterima, bocahe kayak ngono. Sing diterima duite tok iku” hinaan dari
saudara yang akan selalu kuingat.
Tujuan awalku kesini adalah menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Negeri
favoritku. Aku harus cepat lulus karena aku tidak mau membebani kedua
orang tuaku terlalu lama. Masa-masa indah menjadi seorang mahasiswa
baru telah kujalani. Beratnya Pengenalan Kehidupan Kampus sudah
kutempuh dengan perasaan senang dan bahagia demi menunut ilmu di
Perguruan Tinggi favoritku. Disini aku mendapat banyak teman baru dari
berbagai belahan wilayah Indonesia. Mereka dari berbagai macam suku
asal mereka tinggal, namun yang kurasakan kini hanya satu yaittu kami
adalah mahasiswa di Perguruan Tinggi tercintaku ini. Tak pernah
kuterlintas membedakan dari mana mereka datang? Dan berasal dari suku
apa teman-teman baruku?
Hari
ini tidak ada jadwal kuliah. Aku bangun ketika ayam mulai berkokok dan
adzan Subuh membangunkanku. Rasa dingin air di kamar mandi terasa
meresap ke dalam tulang-tulangku. Pagi itu suara dering ponsel (handphone)
mengalihkan perhatianku. Langsung aku ambil dan kulihat tertulis “Pesan
baru dari: Ratna’10” yang menunjukkan bahwa ada satu pesan baru dari
Ratna. Dia seangkatan denganku yaitu angkatan tahun 2010. Bergegas
kubaca karena Ratna adalah cewek yang paling kuidolakan semenjak aku
menjadi seorang mahasiswa. Ternyata pesan yang dia kirim berbunyi
“Teman-teman, kelompok 52 Biologi mari mengerjakan laporan bersama
nanti jam 07.00 di bawah pohon beringin di fakultas kita tercinta.”
Tanpa kubalas pesan singkat itu, aku segera bersiap-siap.
Tepat
pukul 06.45 WIB aku beranjak meninggalkan kos dengan tujuan untuk
mengerjakan laporan praktikum di kampus bersama dengan teman-teman
sekelompok praktikum biologi yang tak lain adalah Ratna salah satu
anggota kelompokku.
***
Aku duduk di bawah pohon beringin tanpa seorangpun ada disini. Sorotan
mataku jauh memandang ke arah pintu masuk berharap Ratna cepat nampak
di pupil mataku.
Plakkkk…Tepukan tangan mendarat di bahuku.
“Sudah lama loe Yok?” Sapa Ratna dari belakangku.
“Belum kok, kamu darimana Na? kok muncul dari arah Mushola.” Tanyaku serasa ingin tahu.
“Dari kamar mandi. Anton sama Andy kok belum nongol ya?” Sambung Ratna.
“Kurang tahu, mungkin masih siap-siap atau di jalan kita juga nggak mengetahuinya.” Jawabku.
“Ia juga sih. Ayo kita mulai ngerjain laporan! Biarkan mereka nyusul nanti.” Ajak Ratna.
Sekitar 30 menit mengerjakan laporan praktikum Rendy datang menghampiriku dan menepuk bahu kiriku.
“Nggarap apa Yok?” Tanya Rendy kepadaku.
“Nggarap
laporan praktikum Ren. O ya Ren kenalno iki Ratna konco
seprogramstudiku asale soko Jakarta. Na ini Rendy sahabat karibku sejak
SMA.” Jawabku.
“O jadi kalian ini teman dari SMA, tapi kok gua nggak pernah ngelihat kalian jalan bareng ya?” Selidik Ratna.
“Ah, biasa Na, punya kesibukan masing-masing, Rendy sibuk sama kuliah dan organisasinya.” Sambungku.
“Yok..Yok,
nyapo kowe nggarap laporan kayak ngene? Apa lak IPmu dhuwur kowe mesti
langsung oleh kerja bubar lulus? Awak dhewe iki mahasiswa. Apa kowe
nggak ngerti apa kewajibane mahasiswa?” Tanya Rendy kepadaku.
“Aku ngerti, mahasiswa dhuwe kewajiban dadi agent of control, agent of change karo agent of iron stock to? Aku kuliah duduk gawe golek kerjaan Ren. Aku pengen golek ilmu. He..he..he..” Jawabku sambil tersenyum.
“Ah loe Yok, Ren, kalau gua biar dapat gelar terus buat nyari kerja. Ortu gua yang urusin kerja gua entar yang penting cepat lulus” Sahut Ratna.
“Apa
ilmu sing pokgoleki gawe buku sing sekiki pokkerjakne tulis tangan iki
Yok? Bayar SPP larang, rugi kowe lek mek oleh ilmu soko dosen neng
kelas. Kowe iso oleh ilmu sing luwih akeh lan berguna neng njobo kelas
Yok.” Saran Rendy kepadaku.
“Iyo Ren, aku ngerti, tapi..” gumamku
“Kalian
ini bertengkar aja, udah ayo Yok lanjutin ngerjain laporan kita! Nggak
penting kamu ladenin orang kayak dia.”Potong Ratna.
“Terserah
kalian. Aku sebagai teman kalian cuma bisa kasih saran. Terserah kalian
nerima atau nggak.” Tambah Rendy sambil meninggalkan kami.
“Udahlah Na, Rendy benar kok. Ayo kita lanjutin ngerjain laporan praktikum kita!” Jawabku.
Anton
teman sekelompok kami datang bersama dengan Andy dan Rio kemudian kami
melanjutkan pengerjaan laporan praktikum kami sambil bercakap-cakap.
“Teman-teman kalian ingin lulus berapa semester nanti?” Tanya Ratna kepada kami bertiga.
“Aku
ingin predikat kelulusanku nanti cumlaude, jadi aku harus lulus dengan
IPK 3,75 – 4,0, tanpa nilai C, nilai Skripsi A, nilai ujian Skripsi A
dan lama studi maksimum 5 semester” Jawab Rio sambil tersenyum.
“Emang harus cumlaude ya?” Sahut Ratna.
“Ia, karena aku ingin melanjutkan S2 di Jepang. Eh gantian dong! Masak aku terus yang diinterogasi” Tambah Rio.
“Kalau
aku sih ingin sekitar 10 semester, karena aku selain ingin mencari
gelar aku juga ingin mengabdikan diri kepada bangsa ini meskipun hanya
sebentar. Tapi aku juga ingin tetap lulus dengan IPK minimal 3,0.”
Tutur Anton.
“Kalau
gua nggak ribet, yang penting gua lulus aja entar gua mau menikmati
jadi seorang mahasiswa, bokap gua kan terus biayain kuliah gua kok.”
Jawab Andy.
“Gua ingin 8 semester aja deh. Perlahan tapi pasti..hehehe.” Sahut Ratna.
“Yok, kamu kenapa? Kesambet?” Tegur Rio.
“Eng..gak..enggak.” Jawabku sambil terpatah-patah.
“Kenapa kamu diem Yok? Kamu ingin lulus berapa semester?” Tanya Ratna kepadaku.
“Aku nggak tahu. Aku ingin secepatnya. Aku tak ingin terlalu membebani orang tuaku.” Jawabku.
“Ayolah cepat kita kerjakan supaya kita cepat selesai dan bisa istirahat di kos!” Ajak Ratna.
Sekitar jam 12.00 WIB setelah adzan Dluhur berkumandang, kami
memutuskan untuk beristirahat dan makan. Sehingga kami langsung
beranjak meninggalkan pohon beringin dan menuju kos kami masing-masing.
***
Sore itu aku berjalan menyusuri jalan di dekat kos ke arah pusat
perbelanjaan tempatku kerja. Aku duduk di depan pusat perbelanjaan,
datang seorang laki-laki berdasi dan bersepatu menghampiriku. Kemudian
bertanya kepadaku “Dik, kamu yang kemarin menyajikan makanan kepada
saya di Puspa Resto yang ada di dalam mall ini kan?”
“Ia Pak.” Jawabku lirih.
“Tapi kayaknya aku pernah ngelihat kamu di tempat lain Dik?” Selidik Bapak Ibnu.
“Ia
Pak, saya mahasiswa Bapak. Mungkin Bapak Ibnu melihat saya di dalam
kelas ketika Bapak mengajar kami hari kamis lalu.” Jawabku.
“O, kamu sambil kerja disini Dik?” Tanya Bapak Ibnu lagi.
“Ia
pak, untuk membayar SPP dan biaya hidup saya sehari-hari saya harus
sambil bekerja. Karena saya anak orang yang kurang mampu Pak.” Jelasku.
“Wah,
mandiri sekali kamu Dik. Apa kamu juga masih sempat buat ikut
organisasi Dik? Organisasi apa yang Adik ikuti?” Lanjut Bapak Ibnu.
“Tidak Pak, saya merasa belum bisa membagi waktu untuk itu.” Jawabku sambil menunduk.
Suara istri Bapak Ibnu terdengar “Pak, ayo pulang!”
“Ya sudah, saya pulang dulu ya Dik. Sampai ketemu di kelas pada pertemuan berikutnya.” Tambah Bapak Ibnu.
“Ia pak.” Jawabku.
Beliau bergegas meninggalkanku dan pulang bersama istri beliau. Kemudia
aku masuk untuk melakukan aktivitas sehari-hariku yaitu menjadi pelayan
di Puspa resto setelah beliau hilang dari pupil mataku.
Sepulang kerja aku tidak lanjung beranjak pulang ke kos. Namun aku
sengaja duduk di tempat aku duduk tadi sore dengan mengingat-ingat
seluruh kejadian yang kualami hari ini. Aku hanya bisa bertanya pada
angin malam yang datang menghampiriku “Siapa yang layak disebut
seorang mahasiswa? Apa aku layak disebut seorang mahasiswa? Bagaimana
aku harus jalani hari-hariku sebagai seorang mahasiswa? Apakah seorang
mahasiswa selalu terlibat dengan organisasi?”
Entah kapan pertanyaan-pertanyaan itu bakal terjawab. Aku hanya
memendam semua pertanyaanku. Aku anak orang miskin di kampung yang
sedang menuntut ilmu di kota. Entah apa yang harus kulakukan. Ratna
hanya konsentrasi kuliah supaya cepat lulus dan orang tuanya sudah
mencarikannya pekerjaan. Rio ingin lulus dengan predikat cumlaude
karena ingin melanjutkan S2 di Jepang. Rendy kuliah dan aktiv
berorganisasi, dia tidak memperhitungkan sampai kapan dia akan lulus
yang terpenting buat dia adalah mengabdi kepada bangsa. Anton ingin
lulus 5 tahun sebagai pertimbangan adalah keseimbangan organisasi dan
akademik berjalan seimbang. Sedangkan Andy adalah temanku yang tidak
mempunyai tujuan kuliah yang jelas. Dia hanya ingin menikmati masa-masa
menjadi seorang mahasiswa. Dia tidak pernah peduli kapan dia akan
lulus, akademik dan organisasi. Yang ada di fikirannya hanya dia
menikmati menjadi seorang mahasiswa, masalah biaya pendidikan dan biaya
hidup adalah tanggungan kedua orang tuanya. Sekitar jam 23.30
kuberanjak pulang ke kos. Ternyata pintu gerbang sudah dikunci, kucoba
menghubungi teman kos untuk membukakan pintu dari dalam. Kukirim pesan
singkat yang berbunyi “Tolong bukain pintu dong!” kepada Akbar teman
satu kosku. Tidak lebih dari 5 menit pintu terbuka.
“Tumben baru pulang?” Tanya Akbar kepadaku.
“Ia, tadi nggak langsung pulang. Terima kasih ya Bar.” Ujarku.
“Ia, sama-sama. Ayo masuk! Sudah larut malam. Sudah waktunya istirahat.” Lanjut Akbar.
“Ia, ayo!” Jawabku.
Kami
beranjak masuk kamar masing-masing. Langsung kutaruh tas yang membebani
punggungku. Yang beratnya sekitar 3 kg yang berisi buku-buku yang
kupinjam dari Perpustakaan Universitas kemarin siang. Langsung
kubaringkan tubuh guna melepas lelah. Tanpa kusadari mata terpejam dan
mulai kulihat sinar matahari di pagi itu. Segera kubergegas ke kamar
mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus.
***
Kududuk di kelas sambil memikirkan diriku sendiri “Apa aku layak
menjadi mahasiswa? Apa yang bisa kuberikan kepada bangsa? Aku hanya
bisa kuliah sambil bekerja tanpa mengikuti kegiatan lain di kampus.”
Satu mata kuliah kujalani tanpa konsentrasi, entah apa yang diajarkan
dosen hari ini, sama sekali tidak kuperhatikan.
Masuk waktu mata kuliah kedua, dosen yang seharusnya mengajar tidak
datang. Bapak Ibnu yang datang menggantikan beliau, Beliau hanya
memberikan tugas untuk dikumpulkan pertemuan selanjutnya. Di akhir
kuliah Bapak Ibnu menambahkan “Selamat berjuang kalian
generasi-generasi penerus bangsa. Kalian bebas memilih untuk menjadi
aktivis atau apatis”
Hari
ini aku libur kerja, selesai kuliah segera kubergegas pulang ke kos.
Setelah aku berfikir panjang tentang pertanyaan-pertanyaanku selama ini
tak pernah kuperoleh jawaban. Kini aku hanya menemukan jawaban maya
dari semua pertanyaanku. Aku menganggap jawaban maya karena jawaban
atas semua pertanyaanku selama ini hanya teori, melainkan aku belum
bisa melaksanakannya. Karena aku harus memikirkan biaya kuliah dan
biaya hidupku di samping kesibukanku kuliah. Aku harus selalu ingat
dengan keadaan kedua orang tuaku di dalam memilih semua keputusanku
disini.
Setelah
merenungi pesan dari bapak Ibnu aku mulai berfikir apa yang dimaksud
dengan aktivis dan apatis. Lansung kuberanjak menuju warnet yang berada
di depan kos. Langsung saya browsing mencari artikel dengan kata kunci yaitu kata aktivis dan apatis. Hingga di salah satu alamat website kutemukan kalimat yang berbunyi “Untuk
menjadi sampai pada golongan ini tidaklah mudah. Ada beberapa tingkatan
yang harus dilaluinya. Mulai dari aktif di organisasi (menjadi
organisatoris) sampai ia mampu membaca situasi sosial yang ada, tidak
hanya di kampus tetapi juga masyarakat luas. Apakah itu dengan
mengikuti training-training yang diadakan oleh LSM atau beberapa ormas
lainnya, atau dengan membaca buku sebanyak-banyaknya. Yang penting,
mereka sudah mempunyai konsep akan perubahan yang akan mereka lakukan
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.”
Sedangkan apatis adalah sifat acuh tak acuh. Sehingga aku menyimpulkan
bahwa mahasiswa adalah individu yang masih aktiv menuntut ilmu
pendidikan secara formal di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.
Aku menganggap ini hanya jawaban maya karena aku mendapatkan jawaban dari internet yang sering disebut menggunakan sebutan dunia maya.
Aku ingin belajar berorganisasi. Tetapi mungkin aku hanya bisa bermimpi
semua ini terjadi. Aku tidak terjun di organisasi karena aku memiliki
alasan. Alasanku adalah karena aku merasa belum bisa membagi waktu
untuk kuliah, kerja dan berorganisasi. “Menurutku sekarang semua
keputusan ada di tanganku. Yang harus menjadi landasan semua kegiatanku
sekarang adalah niat.” Sekarang aku hanya memilih untuk kuliah dan
bekerja sampingan ini supaya aku cepat lulus dan tidak membebani orang
tuaku terlalu lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar