Menu

Senin, 26 Desember 2011

Pentingnya Kesadaran Masyarakat Menyehatkan Lingkungan Untuk Keberlanjutan Air Bersih dan Menanggapi Pemanasan Global (Global Warming)


Latar Belakang
Melihat kehidupan manusia secara keseluruhan, maka usaha manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya merupakan faktor utama dalam menjaga kelangsungan hidupnya. Kehidupan manusia setelah pangan adalah sandang, papan, ruang hidup atau pemukiman serta pendidikan dan kesehatan. Untuk mendapatkan hal terakhir ini tidak dapat dipungkiri bahwa manusia membutuhkan udara dan air bersih sebagai suatu kebutuhan kesehatan yang mendasar (Herindiyati, 2011).
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mendeklarasikan akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Deklarasi ini dipastikan dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung pada akhir bulan Juli 2010, dimana melalui proses voting 122 negara mendukung dan 41 negara menyatakan abstain. Indonesia menjadi salah satu negara yang mendukung deklarasi ini. Resolusi ini semakin mempertegas dan memperluas pengakuan tentang betapa pentingnya akses terhadap air bersih dan sanitasi. Sebelumnya pada tahun 2000, para pemimpin dunia juga bersepakat untuk memasukkan akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai salah target dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai pada tahun 2015 (Santono, 2010).
Lemahnya pengelolaan lingkungan di Indonesia, memberikan dampak negatif terhadap sektor air bersih dan sanitasi. Terbatasnya ketersediaan air baku menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam penyediaan layanan air bersih di Indonesia. Berdasarkan laporan MDGs 2010 yang diterbitkan oleh Bappenas, jumlah rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih yang layak sebanyak 47,71% dan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi sebanyak 51,19%. Target yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 sebesar 68,87% untuk air bersih dan 62,41% untuk sanitasi (Santono, 2010).
Menurut Widianarko (2009) dalam Santono (2010), banyaknya permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air akibat kurang memperhatikan relasi kompleks antara air, ekosistem dan manusia. Hal ini dapat terjadi karena paradigma dominan dalam pengelolaan sumber daya air adalah pendekatan manajemen dan ekonomi. Dominasi epistemologi yang ekonomistik cenderung menafikan kenyataan bahwa air adalah entitas sarat makna – bukan sekedar komoditi. Lebih lanjut Widianarko berdasarkan Clough-Riquelme (2003) menyatakan bahwa, perdebatan di seputar sumber daya air yang tampaknya masih akan berlangsung terus setidaknya menegaskan tiga hal, yaitu: (1) keterbatasan kapitalisme dalam menangani sumber daya air, (2) peran esensial negara dalam distribusi sumber daya air, dan (3) perlunya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumber daya air.
           
Air Bersih
Menurut Tim Penyusun  Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002), air adalah cairan jernih tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau yang terdapat dan diperlukan di kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan yang secara kimiawi mengandung hidrogen dan oksigen.
Menurut Mulyono (2006) air:
1.      Zat cair dengan rumus kimia: H2O; terionisasi lemah menjadi ion hydrogen (H+) dan ion hidroksida (OH-); memiliki massa-jenis maksimum pada 4˚C; memiliki panas-jenis cukup tinggi; memiliki titik beku 0˚C dan titik didih 100˚C pada tekanan 1 atmosfer; berdaya hantar buruk; dan bersifat tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau; serta berfungsi sebagai pelarut universal.
2.      Zat cair yang ada di permukaan bumi sebagai bagian terbesar dari lapisan hidrosfer bumi.
3.      Zat cair yang berasal dari awan sebagai hujan; dari embun; danau; sungai; laut; dan dari dalam tanah.
4.      Zat cair yang menjadi komponen utama cairan di dalam tubuh semua makhluk hidup.
Dunia tidak akan pernah kehabisan air, namun sangat besar kemungkinan dunia kehabisan air bersih yang dimungkinkan untuk dikonsumsi oleh manusia. Hal tersebut sesuai dengan Wikipedia (2011), Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Air bersih merupakan cairan yang yang tidak memiliki rasa, warna dan bau. Air ini masih layak untuk digunakan sebagai air minum, tidak terkontaminasi oleh logam-logam berat dan organisme berbahaya. Dengan bertambahnya usia bumi, bertambah pula jumlah manusia dan kebutuhan air bersih. Semakin bertambah hari semakin jarang dijumpai air yang layak dikonsumsi. Hal tersebut dimungkinkan karena bertambahnya ragam pencemaran yang mengkontaminasi air. Pencemaran air d bumi disebabkan oleh beragam aktivitas manusia, seperti penggunaan pestisida di sektor pertanian dan penangkapan ikan menggunakan racun dan bom dan beragam aktivitas yang lain.
Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah (Ikatan Mahasiswa Geodesi ITB, 2007).
Global Warming
Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global – termasuk Indonesia – yang terjadi pada kisaran 1,5–40˚ Celcius pada akhir abad 21. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) dan banjir (Anonim, 2007).

Partisipasi Masyarakat Menyehatkan Lingkungan
Keberlanjutan adalah jenjang waktu secara terus menerus sampai yang di masa mendatang (yang tidak terbatas). Untuk menempuh masa depan manusia perlu mempersiapkan kesehatan, manusia harus memperhatikan beberapa macam aspek kesehatan fisik dan mental, salah satunya adalah kesehatan lingkungan. Dengan lingkungan yang sehat kemungkinan akan menghasilkan sumber daya alam yang sehat, salah satunya adalah air.
Masyarakat sangat berperan, jika masyarakat membuang sampah sembarangan tentunya akan mempengaruhi kualitas air (pencemaran).Untuk mensukseskan keberlanjutan tersedianya air bersih dan lingkungan yang sehat, masyarakat dapat berpartisipasi melalui:
1.      Membuang sampah pada tempatnya.
2.      Menghijaukan lingkungan.
3.      Meminimalisasi gas-gas buangan yang bersifat merusak, misalnya CO, CO2.
4.      Mengolah limbah sebelum dibuang.
Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. Penghijauan adalah upaya pemulihan lahan kritis diluar kawasan hutan secara vegetatif dan sipil teknis untuk mengembalikan fungsi lahan. Sumber daya hutan sebagai salah satu penyangga sistem kehidupan perlu dikelola secara lestari untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Peraturan Republik Indonesia, 2002). Sehingga dengan meningkatkan penghijauan maka kita mengurangi dampak pencemaran udara dalam hal ini polusi, mengurangi CO2 atau polutan lainnya, mengurangi dampak dari efek rumah kaca, atau gangguan iklim (Lintas Berita, 2011).
Pada umunya untuk mengolah limbah penduduk digunakan septic tank, namun apabila kondisi septic tank yang ada penuh dikuras oleh perusahaan penguras tinjadan selanjutnya dibuang ke sungai. Pengolahan air limbah penduduk secara terpusat mulai dirintis, diantaranya pengolahan limbah terpadu yang diupayakan oleh Swadaya Masyarakat (Agus Gunarto) yang melayani lebih kurang 100 KK (Kepala keluarga) di Desa Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru Kota Malang dan instansi pengolahan limbah penduduk yang dibangun oleh LIPI. Hasil pengolahan IPAL tersebut cukup baik hasilnya dan dialirkaan menuju Kali Brantas (Pangesti, 2002).
Program menghijaukan lingkungan tidak akan terlepas oleh peran serta masyarakat untuk menanam dan menjaga tumbuhan yang ditanam dan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat. Karena beberapa macam sampah dapat menghambat bahkan mematikan tumbuhan. Bukan suatu hal yang tidak mungkin masyarakat mencabut tanaman yang baru ditanam dengan alasan untuk membersihkan lingkungan. Permasalahan ini muncul ketika masyarakat tidak memahami arti penting tumbuhan bagi kehidupan manusia.
Penghijauan dapat terselenggara dalam waktu singkat, namun penjagaan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang ditanam tak dapat terlepas dari peran masyarakat sekitar. Dengan berjalannya program – program tersebut diharapkan pemanasan di bumi dapat menurun dan daur hidrologi dapat berlangsung dengan seimbang. Sehingga efek pemanasan global dapat berkurang dan ketersediaan air bersih dapat berlanjut. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar